Masa dimana kita hidup saat ini, yang untuk pertama kali dalam sejarah telah dinamakan sebagai zaman antroposentris, manusia telah menjadi tekanan utama dalam membentuk proses-proses dalam dunia alamiah. Hal ini telah menjadi konsekuensi evolusi hubungan manusia dan lingkungan, yang lebih jauh diterjemahkan sebagai pola perkembangan ilmu lingkungan. Untuk waktu yang lama karena keterbatasan ilmu pengetahuan dalam memahami proses-proses alam, usaha manusia hanya terfokus untuk “menaklukkan” alam. Namun demikian, pada era industrialisasi terbukti bahwa eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam tidak hanya mengurangi nilai keindahan dan nilai budaya suatu sumber daya alam namun juga mengurangi sumber air, makanan, kesehatan serta kualitas hidup. Sebagai konsekuensinya, gagasan mengenai perlindungan terhadap sumberdaya alam telah diformulasikan dan selanjutnya kawasan-kawasan lindung yang memiliki nilai natural yang tinggi untuk rekreasi dan pendidikan ditetapkan. Perubahan biosfer karena pertanian, urbanisasi dan transportasi telah mengakibatkan penurunan keanekaragaman dan peran ekosistem untuk masyarakat dan memaksa manusia untuk melakukan restorasi ekologi, yang mengaplikasikan pemahaman mengenai suksesi ekologi untuk mengurangi laju degradasi ekosistem. Meningkatnya bukti nyata degradasi biosfer diiringi peningkatan ilmu pengetahuan mengenai berbagai dampak kerusakan biosfer versus kompleksitas respons abiotik-biotik serta sinergi diantaranya telah memacu perkembangan ilmu lingkungan terintegasi (sebagai contoh yang ditetapkan dalam UNESCO IHP V: ekohidrologi). Teori ekohidrologi mengedepankan proses saling mempengaruhi antara air dan biota sebagai faktor kunci dalam evolusi biogeokimia, yang harus digunakan sebagai kerangka dalam harmonisasi sumber daya air dan potensi ekosistem dengan kebutuhan masyarakat.
- Pengertian Ekohidrologi
Ekohidrologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi proses hidrologi dan dinamika biologi dan/atau ekologi dalam kondisi spasial (ruang) dan temporal (waktu). Pendekatan ekohidrologi memandang persoalan air sebagai “sumber daya”, bukan hanya sebagai “air”. Hingga akhir abad ke-20, hidrologi klasik masih berjalan terpisah dengan pendekatan ekologi. Pada 1990-an, dengan difasilitasi oleh dua badan di bawah UNESCO (badan PBB yang mengurusi masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya) lahirlah integrasi ekologi dan hidrologi atau disingkat ekohidrologi.
Ekohidrologi merupakan paradigma baru, konsep yang merupakan perpaduan harmonis antara ekologi dan hidrologi. Cabang ilmu ini digagas UNESCO pada pertengahan 1990. Istilah ekohidrologi pertama kali disampaikan di Dublin pada tahun 1992 pada International Conference on Water and Environment, merupakan paradigm baru yang merupakan perpaduan antara hidrologi dan dinamika biota di daerah tangkapan untuk diaplikasikan dalam penyelesaian masalah lingkungan (Zalewski et al., 1997). Konsep tersebut berdasarkan asumsi bahwa pembangunan berkelanjutan dari sumber daya air tergantung pada kemampuan alam dalam menyimpan, mengelola proses sirkulasi air dan energi serta energi yang terdapat di daerah basin. Vivile & Littlewood (1997) menekankan ekohidrologi sebagai perpaduan ilmu biologi dan fisika dalam upaya untuk lebih memahami ekosistem. Namun, Bonnell (2002) tidak sepakat jika dikatakan bahwa ekohidrologi merupakan konsep baru. Hal ini didasari beberapa fakta bahwa sesungguhnya integrasi bidang ilmu ekologi dan hidrologi sudah sejak lama ada. Sesuatu yang baru adalah awal penggabungan proses lansekap meliputi air, transfer nutrien dan sedimen, proses air permukaan dan air tanah dengan in-stream hidrobiologi serta peranan zona pinggir dalam proses tersebut. Jadi ekohidrologi adalah integrasi hidrologi lansekap dengan biologi perairan tawar.
Ekohidrologi perlu dibedakan dengan hidroekologi. Hidroekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses ekologi dan hidrologi di sungai dan paparan banjirnya. Oleh karenanya maka kajian terfokus pada hubungan antara hidrologi dan biologi dalam memahami biota perairan tawar. Disamping itu juga mempelajari perubahan ekosistem akuatik sebagai akibat dari aliran, kualitas air dan struktur sungai. Sementara itu istilah ekohidrologi digunakan untuk menjelaskan respon tumbuhan terestrial dan efeknya terhadap fase lahan dalam siklus hidrologi. Oleh karena itu kajian ekohidrologi fokus pada hubungan antara pola ekosistem dengan kelembababan tanah, iklim dan tanah; serta peranan vegetasi dalam keseimbangan air, energi aliran permukaan (Vivoni, 2003).
UNESCO (2004) menetapkan bahwa ekohidrologi memiliki dimensi temporal dan spasial. Oleh karenanya ekohidrologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi proses hidrologi atau perairan dengan dinamika biologi secara spasial dan temporal.
- Konsep Ekohidrologi
Dalam penanganan pencemaran air, khususnya di Indonesia, ekohidrologi merupakan konsep pendekatan baru yang berbasiskan pada pendekatan aspek regulasi, integrasi dan harmonisasi. Regulasi hidrologi dengan perampingan biota dan regulasi biota dengan alterasi hidrologi. Integrasi berbagai tipe regulasi sebagai satu sinergi untuk meningkatkan dan menstabilkan ekosistem akuatik (Kementrian Riset dan Teknologi, 2007).
Konsep ekohidrologi berdasarkan pada 3 prinsip, yaitu kerangka kerja, target dan metodologi (UNESCO, 2004).
a. Kerangka kerja: Pengintegrasian kerangka pemikiran daerah tangkapan dan biotanya ke dalam organisme super (superorganism) Platonian secara utuh. Hal ini mencakup beberapa aspek:
- Skala – siklus peredaran air pada skala meso di dalam suatu basin (perpaduan ekosistem daratan/perairan) menyediakan suatu wadah bagi kuantifikasi proses ekologis;
- Dinamika – air dan temperatur telah menjadi daya penggerak untuk ekosistem daratan dan air tawar; dan
- Hirarki Faktor – selagi proses abiotik dominan (misalnya proses hidrologis), interaksi faktor biotik boleh jadi menjelma kembali pada saat kondisi dalam keadaan stabil dan dapatdiprediksi (Zalewski and Naiman, 1985).
b. Target: Untuk memahami perubahan evolusioner yang tidak bisa dipungkiri oleh organisme super yang resisten terhadap tekanan. Aspek ekohidrologi ini menyatakan pendekatan proaktif secara rasional terhadap manajemen sumberdaya air tawar yang berkelanjutan. Ini berasumsi bahwa tidaklah cukup melindungi ekosistem secara sederhana, tetapi dalam menghadapi peningkatan perubahan globalyang diwujudkan dalam peningkatan populasi, konsumsi energi dan materi, serta aspirasi manusia; dibutuhkan usaha untuk meningkatkan kapasitas ekosistem dalammenyerap dampak yang diakibatkan oleh manusia.
c. Metodologi: Pemanfaatan kekayaan ekosistem sebagai piranti manajemen dengan penggunaan biota untuk mengontrol proses hidrologis dan sebaliknya dengan penggunaan ilmu hidrologi untuk mengatur biota. Potensi besar dari pengetahuan yang dihasilkan oleh rancang bangun ekologis yang berkembang secara dinamis,secara serius akan mempercepat implementasi konsep di atas(Anwar,2008).
- Konsep Ekohidrologi dan Ekohidrologi Sebagai Alat Pengelolaan DAS Terpadu
Ekohidrologi (EH) adalah suatu paradigma baru dalam sains hidrologi yang mengintegrasikan konsep-konsep ekologi dengan hidrologi sebagai upaya pemecahan masalah secara holistik di suatu lingkungan sumber daya air, seperti pada suatu lingkungan perairan darat, danau, lahan basah dan rawa, estuari, dsbnya. Konsep EH telah dikembangkan oleh Zalewski di Polandia sejak tahun 1980an untuk kawasan pertanian, yang kemudian berkembang untuk rancangan kota masa depan (Zalewski, 2007), dan dengan pendekatan berbeda juga sejak tahun 1980an oleh Peter Eagleson (2004) dan diikuti oleh Rodrigues-Iturbe (2000, 2004) di Amerika serikat. Wood et al. (2007) Hasil kajian EH berupa model-model interaksi antara ekosistem dan system hidrologi tersebut merupakan suatu dasar pengelolaan lingkungan, baik pada aspek hidrologi, sebagai model konservasi sumber daya air, pengelolaan banjir dan sebagainya, dan juga pada tingkatan biota, sehingga dapat diperoleh produktivitas dan jasa lingkungan yang berkelanjutan. Telah banyak ilmuwan dan peneliti yang mengembangkan konsep untuk menjawab tantangan permasalahan hidrologi sumber daya air, semua sebagai hasil riset, sehingga dikenal sejumlah istilah dan konsep terkait pengelolaan sumber daya air yang perlu klarifikasi, sebagaimana dibahas oleh Naiman et al. (2007) yang mengidentifikasi lima konsep saling berhubungan: Integrated Water Resources Management (IWRM), Hydroecology, Ecohydrology, Ecohydraulics and Environmental Flows.
Nampaknya banyak definisi EH yang telah muncul dalam kepustakaan hidrologi dan ekologi, karena pada prinsipnya setiap definisi EH yang menggabungkan aspek hidrologi dan ekologi atau lingkungan layak disebut ekohidrologi. Kerancuan pemahaman juga tidak jarang terjadi, seperti yang disajikan oleh Apip (2006), yang mencampur adukkan dua pendekatan ekohidrologi yang berbeda, yaitu dari Zalewski yang lebih menekankan pola dan proses hubungan hidrologi-biota, dan yang digunakan dan dilaporkan oleh Krysanova dari Postdam Institute yang lebih mengenalkan pengembangan model matematika SWIM (Soil-Water Integrated Model). Namun dalam tulisan ini, definisi EH lebih didasarkan pada konsep EH di European Regional Center for Ecohydrology (ERCE) di Lodz, Polandia, yang diadop oleh UNESCO sebagai berikut:
“Study of the functional inter-relationships between hydrology and biota, …ecohydrology provides a single, overarching paradigm for water management based on a holistic vision of water’s role in the environment.” Zalewski (2000).
Sedang Eagleson dan Rodriguez-Iturbe memandang EH lebih sebagai hubungan air, tanah, tanaman dalam hubungannya dengan iklim, dan mendefinisikan EH:
“Science which seeks to describe the hydrological mechanisms that underlie ecological patterns and processes.” Rodriguez-Iturbe (2000). Dalam definisi pertama EH mencakup aspek terrestrial dan juga aquatic, sedang definisi kedua lebih membatasi pada aspek terrestrial. Dinyatakan bahwa ekohidrologi menyediakan tidak hanya pemahaman ilmiah dari interaksi hidrologibiota, tetapi juga suatu suatu kerangka sistematik strategic mengenai bagaimana menggunakan proses-proses ekosistem sebagai alat baru dalam pengelolaan sumber daya air terpadu, melengkapi terapan solusi hidroteknik yang telah dilakukan, sebagai problems solving science. Perkembangan konsep EH dapat dilihat dari informasi dan pengetahuan, dan sampai pada kearifan (wisdom) dalam menyelesaikan masalah (Zalewski 2010).
Konsep EH dengan pendekatan ilmiah yang yang mempertimbangkan interaksi aspek a-biotik dan biotic ini dirumuskan ke dalam tiga azas dan satu teori berikut:
Azas 1: aspek hidrologi, menyangkut struktur abiotik dari system sungai, dinamika proses-proses hidrologi, serta dampak spesifik spatial-temporal akibat intervensi manusia.
Azas 2: keterpaduan ekologi, menyangkut antar-hubungan komponen ekosistem yang menunjukkan potensi dan kapasitas ekosistem dalam menghasilkan produk dan jasa lingkungan; dan
Azas 3: ekoteknologi, menyangkut penggunaan informasi dan pengetahuan mengenai aspek abiotik dan biotik (dari azas 1 dan azas 2) untuk pengembangan bioteknologi ekologi baru dan solusi system hidrologi yang mampu meningkatkan kapasitas ekosistem dalam menghasilkan produk dan jasa lingkungan.
Teori dual-regulasi EH dapat digambarkan dalam skema pada Gambar 1 menyatakan bahwa interaksi hidrologi dan biota dalam suatu harmonisasi rekayasa untuk meningkatkan kapasitas ekosistem. Pendekatan EH demikian telah melahirkan paradigm baru yang dikenalkan sebagai ‘enginering harmony’.
Gambar 1. Skema teori dual-regulasi EH
Sasaran yang ingin dicapai dengan implementasi konsep EH adalah:
- Mengembalikan dan menjaga fungsi dan proses daur dan aliran energi, air dan hara dari ekosistem pada skala DAS.
- Meningkatkan daya dukung ekosistem terhadap dampak intervensi manusia atas dasar daya serap dan daya lentur ekosistem; dan
- Menggunakan sifat ekosistem sebagai alat pengelolaan sumber daya air terpadu.
Implementasi konsep EH sebagai alat pengelolaan DAS terpadu dapat dilakukan dengan empat langkah berikut (Zalewski 2010):
- Memantau ancaman dengan metoda kuantifikasi hidrologi;
- menilai hubungan sebab-akibat dengan analisis pola dan proses ekologi;
- pengembangkan metoda EH dengan ekoteknologi menggunakan butir a) dan b) untuk meningkatkan kapasitas produksi dan jasa lingkungan ekosistem; dan
- mengembangkan solusi sistem secara terpadu dengan mengintegrasikan aspek abiotik, biotik, dan sosial ekonomi kelembagaan.
- Ekohidrologi Perkotaan (Rural Ecohydrology) Dalam Mengatasi Penyediaan Air Bersih
Teknologi ekohidrologi sebagai solusi berbiaya rendah yang tepat untuk mengatasi krisis air bersih, terutama di perkotaan. Tempat penampungan air ini berfungsi untuk mengatur kuantitas air sehingga warga kota tidak perlu mengalami kebanjiran saat musim hujan atau kelangkaan air saat musim kemarau. Tempat penampungan air ini juga dapat menjaga kualitas air yang tercemar polusi. Hal ini karena tempat penampungan air tersebut menerapkan sistem ekohidrologi, yaitu sistem pengolahan air hujan atau limbah menjadi air bersih secara alami (Arif,2010).
Idenya adalah menyediakan ruang bagi air hujan di perkotaan. Jadi, air hujan dapat mengalir ke dataran rendah dan membentuk danau buatan. Tidak hanya itu, saat musim kemarau, danau buatan ini dapat menjadi sumber air dan menjaga level air tanah. Seperti di Belanda, pemerintah membeli lahan dari petani dan membuka bendungan sehingga air sungai dapat mengalir dan dengan metode ekohidrologi dapat mengolah air tersebut menjadi air bersih secara alami (Arif,2010).
Ecohydrology Programme (EHP) perlu mendapat perhatian serius karena program ini berfokus pada pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan timbal balik antara siklus hidrologi dan ekosistem yang bisa memberikan kontribusi terhadap pengelolaan biaya yang efektif dan ramah lingkungan. Tujuan EHP adalah untuk mengurai kesenjangan pengetahuan dalam penanganan masalah yang berkaitan dengan sistem air kritis (Arif,2010).
LIPI membuat unit pengolahan air bersih dan layak minum dengan sistem water purification (pemurnian air) sehingga dapat menghasilkan air sesuai dengan kualitas yang memenuhi standar Per-menkes N0.907 /2OO2 . Proses pemurnian dilanjutkan dengan ultrafiltrasi (UFI serta proses filtrasi reverse os-mosis (RO) guna menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik lagi (Arif,2010).
DAFTAR PUSTAKA
Arif. A.A,2010.Ekohidrologi Perkotaan (rural ecohydrology) dalam mengatasi penyediaanair bersih di Perkotaan Limnologi Perkotaan.Pustaka Jaya : Surabaya.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/8367/8367.pdf
http://www.limnologi.lipi.go.id/limnologi/p2limnologi/index.php?view=article&catid=64%3Ano-40-tahun-xx-oktober-2006&id=89%3Aekohidrologi-sebuah-konsep-dan-kajian-dalm-modeling-limnologi&format=pdf&option=com_content&Itemid=68&lang=en
http://limnologi.lipi.go.id/limnologi/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/285/1_Ekohidrologi_regulasi_air_dan_ekosistem_maciej.pdf
http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321319780299. pdf
http://limnologi.lipi.go.id/limnologi/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/286/2_Kelembagaan_dan_program_APCE_Peter.pdf
http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/11/03/22/171454-ekohidrologi-bisa-jadi-solusi-atasi-krisis-air
http://nationalgeographic.co.id/blog/2009/12/pendekatan-ekohidrologi-untuk-menangani-krisis-air/