PENGGUNAAN EKOHIDROLOGI DALAM MENANGANI KRISIS AIR

Masa dimana kita hidup saat ini, yang untuk pertama kali dalam sejarah telah dinamakan sebagai zaman antroposentris, manusia telah menjadi tekanan utama dalam membentuk proses-proses dalam dunia alamiah. Hal ini telah menjadi konsekuensi evolusi hubungan manusia dan lingkungan, yang lebih jauh diterjemahkan sebagai pola perkembangan ilmu lingkungan. Untuk waktu yang lama karena keterbatasan ilmu pengetahuan dalam memahami proses-proses alam, usaha manusia hanya terfokus untuk “menaklukkan” alam. Namun demikian, pada era industrialisasi terbukti bahwa eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam tidak hanya mengurangi nilai keindahan dan nilai budaya suatu sumber daya alam namun juga mengurangi sumber air, makanan, kesehatan serta kualitas hidup. Sebagai konsekuensinya, gagasan mengenai perlindungan terhadap sumberdaya alam telah diformulasikan dan selanjutnya kawasan-kawasan lindung yang memiliki nilai natural yang tinggi untuk rekreasi dan pendidikan ditetapkan. Perubahan biosfer karena pertanian, urbanisasi dan transportasi telah mengakibatkan penurunan keanekaragaman dan peran ekosistem untuk masyarakat dan memaksa manusia untuk melakukan restorasi ekologi, yang mengaplikasikan pemahaman mengenai suksesi ekologi untuk mengurangi laju degradasi ekosistem. Meningkatnya bukti nyata degradasi biosfer diiringi peningkatan ilmu pengetahuan mengenai berbagai dampak kerusakan biosfer versus kompleksitas respons abiotik-biotik serta sinergi diantaranya telah memacu perkembangan ilmu lingkungan terintegasi (sebagai contoh yang ditetapkan dalam UNESCO IHP V: ekohidrologi). Teori ekohidrologi mengedepankan proses saling mempengaruhi antara air dan biota sebagai faktor kunci dalam evolusi biogeokimia, yang harus digunakan sebagai kerangka dalam harmonisasi sumber daya air dan potensi ekosistem dengan kebutuhan masyarakat.

  1. Pengertian Ekohidrologi
Ekohidrologi adalah ilmu yang mempelajari interaksi proses hidrologi dan dinamika biologi dan/atau ekologi dalam kondisi spasial (ruang) dan temporal (waktu). Pendekatan ekohidrologi memandang persoalan air sebagai “sumber daya”, bukan hanya sebagai “air”.  Hingga akhir abad ke-20, hidrologi klasik masih berjalan terpisah dengan pendekatan ekologi. Pada 1990-an, dengan difasilitasi oleh dua badan di bawah UNESCO (badan PBB yang mengurusi masalah pendidikan, ilmu pengetahuan, dan budaya) lahirlah integrasi ekologi dan hidrologi atau disingkat ekohidrologi.
Ekohidrologi merupakan paradigma baru, konsep yang merupakan perpaduan harmonis antara ekologi dan hidrologi. Cabang ilmu ini digagas UNESCO pada pertengahan 1990. Istilah ekohidrologi pertama kali disampaikan di Dublin pada tahun 1992 pada International Conference on Water and Environment, merupakan paradigm baru yang merupakan perpaduan antara hidrologi dan dinamika biota di daerah tangkapan untuk diaplikasikan dalam penyelesaian masalah lingkungan (Zalewski et al., 1997). Konsep tersebut berdasarkan asumsi bahwa pembangunan berkelanjutan dari sumber daya air tergantung pada kemampuan alam dalam menyimpan, mengelola proses sirkulasi air dan energi serta energi yang terdapat di daerah basin. Vivile & Littlewood (1997) menekankan ekohidrologi sebagai perpaduan ilmu biologi dan fisika dalam upaya untuk lebih memahami ekosistem. Namun, Bonnell (2002) tidak sepakat jika dikatakan bahwa ekohidrologi merupakan konsep baru. Hal ini didasari beberapa fakta bahwa sesungguhnya integrasi bidang ilmu ekologi dan hidrologi sudah sejak lama ada. Sesuatu yang baru adalah awal penggabungan proses lansekap meliputi air, transfer nutrien dan sedimen, proses air permukaan dan air tanah dengan in-stream hidrobiologi serta peranan zona pinggir dalam proses tersebut. Jadi ekohidrologi adalah integrasi hidrologi lansekap dengan biologi perairan tawar.
Ekohidrologi perlu dibedakan dengan hidroekologi. Hidroekologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang proses ekologi dan hidrologi di sungai dan paparan banjirnya. Oleh karenanya maka kajian terfokus pada hubungan antara hidrologi dan biologi dalam memahami biota perairan tawar. Disamping itu juga mempelajari perubahan ekosistem akuatik sebagai akibat dari aliran, kualitas air dan struktur sungai. Sementara itu istilah ekohidrologi digunakan untuk menjelaskan respon tumbuhan terestrial dan efeknya terhadap fase lahan dalam siklus hidrologi. Oleh karena itu kajian ekohidrologi fokus pada hubungan antara pola ekosistem dengan kelembababan tanah, iklim dan tanah; serta peranan vegetasi dalam keseimbangan air, energi aliran permukaan (Vivoni, 2003).
UNESCO (2004) menetapkan bahwa ekohidrologi memiliki dimensi temporal dan spasial. Oleh karenanya ekohidrologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi proses hidrologi atau perairan dengan dinamika biologi secara spasial dan temporal.

  1. Konsep Ekohidrologi
Dalam penanganan pencemaran air, khususnya di Indonesia, ekohidrologi merupakan konsep pendekatan baru yang berbasiskan pada pendekatan aspek regulasi, integrasi dan harmonisasi. Regulasi hidrologi dengan perampingan biota dan regulasi biota dengan alterasi hidrologi. Integrasi berbagai tipe regulasi sebagai satu sinergi untuk meningkatkan dan menstabilkan ekosistem akuatik (Kementrian Riset dan Teknologi, 2007).
Konsep ekohidrologi berdasarkan pada 3 prinsip, yaitu kerangka kerja, target dan metodologi (UNESCO, 2004).
a. Kerangka kerja: Pengintegrasian kerangka pemikiran daerah tangkapan dan biotanya ke dalam organisme super (superorganism) Platonian secara utuh. Hal ini mencakup beberapa aspek:
  1. Skala – siklus peredaran air pada skala meso di dalam suatu basin (perpaduan ekosistem daratan/perairan) menyediakan suatu wadah bagi kuantifikasi proses ekologis;
  2. Dinamika – air dan temperatur telah menjadi daya penggerak untuk ekosistem daratan dan air tawar; dan
  3. Hirarki Faktor – selagi proses abiotik dominan (misalnya proses hidrologis), interaksi faktor biotik  boleh jadi menjelma kembali pada saat kondisi dalam keadaan stabil dan dapatdiprediksi (Zalewski and Naiman, 1985).
b. Target: Untuk memahami perubahan evolusioner yang tidak bisa dipungkiri oleh organisme super yang resisten terhadap tekanan. Aspek ekohidrologi ini menyatakan pendekatan proaktif secara rasional terhadap manajemen sumberdaya air tawar yang berkelanjutan. Ini berasumsi bahwa tidaklah cukup melindungi ekosistem secara sederhana, tetapi dalam menghadapi peningkatan perubahan globalyang diwujudkan dalam peningkatan populasi, konsumsi energi dan materi, serta aspirasi manusia; dibutuhkan usaha untuk meningkatkan kapasitas ekosistem dalammenyerap dampak yang diakibatkan oleh manusia.
c. Metodologi: Pemanfaatan kekayaan ekosistem sebagai piranti manajemen dengan penggunaan biota untuk mengontrol proses hidrologis dan sebaliknya dengan penggunaan ilmu hidrologi untuk mengatur biota. Potensi besar dari pengetahuan yang dihasilkan oleh rancang bangun ekologis yang berkembang secara dinamis,secara serius akan mempercepat implementasi konsep di atas(Anwar,2008).

  1. Konsep Ekohidrologi dan Ekohidrologi Sebagai Alat Pengelolaan DAS Terpadu
Ekohidrologi (EH) adalah suatu paradigma baru dalam sains hidrologi yang mengintegrasikan konsep-konsep ekologi dengan hidrologi sebagai upaya pemecahan masalah secara holistik di suatu lingkungan sumber daya air, seperti pada suatu lingkungan perairan darat, danau, lahan basah dan rawa, estuari, dsbnya. Konsep EH telah dikembangkan oleh Zalewski di Polandia sejak tahun 1980an untuk kawasan pertanian, yang kemudian berkembang untuk rancangan kota masa depan (Zalewski, 2007), dan dengan pendekatan berbeda juga sejak tahun 1980an oleh Peter Eagleson (2004) dan diikuti oleh Rodrigues-Iturbe (2000, 2004) di Amerika serikat. Wood et al. (2007) Hasil kajian EH berupa model-model interaksi antara ekosistem dan system hidrologi tersebut merupakan suatu dasar pengelolaan lingkungan, baik pada aspek hidrologi, sebagai model konservasi sumber daya air, pengelolaan banjir dan sebagainya, dan juga pada tingkatan biota, sehingga dapat diperoleh produktivitas dan jasa lingkungan yang berkelanjutan. Telah banyak ilmuwan dan peneliti yang mengembangkan konsep untuk menjawab tantangan permasalahan hidrologi sumber daya air, semua sebagai hasil riset, sehingga dikenal sejumlah istilah dan konsep terkait pengelolaan sumber daya air yang perlu klarifikasi, sebagaimana dibahas oleh Naiman et al. (2007) yang mengidentifikasi lima konsep saling berhubungan: Integrated Water Resources Management (IWRM), Hydroecology, Ecohydrology, Ecohydraulics and Environmental Flows.
Nampaknya banyak definisi EH yang telah muncul dalam kepustakaan hidrologi dan ekologi, karena pada prinsipnya setiap definisi EH yang menggabungkan aspek hidrologi dan ekologi atau lingkungan layak disebut ekohidrologi. Kerancuan pemahaman juga tidak jarang terjadi, seperti yang disajikan oleh Apip (2006), yang mencampur adukkan dua pendekatan ekohidrologi yang berbeda, yaitu dari Zalewski yang lebih menekankan pola dan proses hubungan hidrologi-biota, dan yang digunakan dan dilaporkan oleh Krysanova dari Postdam Institute yang lebih mengenalkan pengembangan model matematika SWIM (Soil-Water Integrated Model). Namun dalam tulisan ini, definisi EH lebih didasarkan pada konsep EH di European Regional Center for Ecohydrology (ERCE) di Lodz, Polandia, yang diadop oleh UNESCO sebagai berikut:
Study of the functional inter-relationships between hydrology and biota, …ecohydrology provides a single, overarching paradigm for water management based on a holistic vision of water’s role in the environment.” Zalewski (2000).
Sedang Eagleson dan Rodriguez-Iturbe memandang EH lebih sebagai hubungan air, tanah, tanaman dalam hubungannya dengan iklim, dan mendefinisikan EH:
Science which seeks to describe the hydrological mechanisms that underlie ecological patterns and processes.” Rodriguez-Iturbe (2000). Dalam definisi pertama EH mencakup aspek terrestrial dan juga aquatic, sedang definisi kedua lebih membatasi pada aspek terrestrial. Dinyatakan bahwa ekohidrologi menyediakan tidak hanya pemahaman ilmiah dari interaksi hidrologibiota, tetapi juga suatu suatu kerangka sistematik strategic mengenai bagaimana menggunakan proses-proses ekosistem sebagai alat baru dalam pengelolaan sumber daya air terpadu, melengkapi terapan solusi hidroteknik yang telah dilakukan, sebagai problems solving science. Perkembangan konsep EH dapat dilihat dari informasi dan pengetahuan, dan sampai pada kearifan (wisdom) dalam menyelesaikan masalah (Zalewski 2010).
Konsep EH dengan pendekatan ilmiah yang yang mempertimbangkan interaksi aspek a-biotik dan biotic ini dirumuskan ke dalam tiga azas dan satu teori berikut:
Azas 1: aspek hidrologi, menyangkut struktur abiotik dari system sungai, dinamika proses-proses hidrologi, serta dampak spesifik spatial-temporal akibat intervensi manusia.
Azas 2: keterpaduan ekologi, menyangkut antar-hubungan komponen ekosistem yang menunjukkan potensi dan kapasitas ekosistem dalam menghasilkan produk dan jasa lingkungan; dan
Azas 3: ekoteknologi, menyangkut penggunaan informasi dan pengetahuan mengenai aspek abiotik dan biotik (dari azas 1 dan azas 2) untuk pengembangan bioteknologi ekologi baru dan solusi system hidrologi yang mampu meningkatkan kapasitas ekosistem dalam menghasilkan produk dan jasa lingkungan.
Teori dual-regulasi EH dapat digambarkan dalam skema pada Gambar 1 menyatakan bahwa interaksi hidrologi dan biota dalam suatu harmonisasi rekayasa untuk meningkatkan kapasitas ekosistem. Pendekatan EH demikian telah melahirkan paradigm baru yang dikenalkan sebagai ‘enginering harmony’.
Gambar 1. Skema teori dual-regulasi EH


Sasaran yang ingin dicapai dengan implementasi konsep EH adalah:
  1. Mengembalikan dan menjaga fungsi dan proses daur dan aliran energi, air dan hara dari ekosistem pada skala DAS.
  2. Meningkatkan daya dukung ekosistem terhadap dampak intervensi manusia atas dasar daya serap dan daya lentur ekosistem; dan
  3. Menggunakan sifat ekosistem sebagai alat pengelolaan sumber daya air terpadu.
Implementasi konsep EH sebagai alat pengelolaan DAS terpadu dapat dilakukan dengan empat langkah berikut (Zalewski 2010):
  1. Memantau ancaman dengan metoda kuantifikasi hidrologi;
  2. menilai hubungan sebab-akibat dengan analisis pola dan proses ekologi;
  3. pengembangkan metoda EH dengan ekoteknologi menggunakan butir a) dan b) untuk meningkatkan kapasitas produksi dan jasa lingkungan ekosistem; dan
  4. mengembangkan solusi sistem secara terpadu dengan mengintegrasikan aspek abiotik, biotik, dan sosial ekonomi kelembagaan.

  1. Ekohidrologi Perkotaan (Rural Ecohydrology) Dalam Mengatasi Penyediaan Air Bersih
Teknologi ekohidrologi sebagai solusi berbiaya rendah yang tepat untuk mengatasi krisis air bersih, terutama di perkotaan. Tempat penampungan air ini berfungsi untuk mengatur kuantitas air sehingga warga kota tidak perlu mengalami kebanjiran saat musim hujan atau kelangkaan air saat musim kemarau. Tempat penampungan air ini juga dapat menjaga kualitas air yang tercemar polusi. Hal ini karena tempat penampungan air tersebut menerapkan sistem ekohidrologi, yaitu sistem pengolahan air hujan atau limbah menjadi air  bersih secara alami (Arif,2010).
Idenya adalah menyediakan ruang bagi air hujan di perkotaan. Jadi, air hujan dapat mengalir ke dataran rendah dan membentuk danau buatan. Tidak hanya itu, saat musim kemarau, danau buatan ini dapat menjadi sumber air dan menjaga level air tanah. Seperti di Belanda, pemerintah membeli lahan dari petani dan membuka bendungan sehingga air sungai dapat mengalir dan dengan metode ekohidrologi dapat mengolah air tersebut menjadi air  bersih secara alami (Arif,2010).
Ecohydrology Programme (EHP) perlu mendapat perhatian serius karena program ini berfokus pada pengetahuan yang lebih baik tentang hubungan timbal balik antara siklus hidrologi dan ekosistem yang bisa memberikan kontribusi terhadap pengelolaan biaya yang efektif dan ramah lingkungan. Tujuan EHP adalah untuk mengurai kesenjangan pengetahuan dalam penanganan masalah yang berkaitan dengan sistem air kritis (Arif,2010).
LIPI membuat unit pengolahan air bersih dan layak minum dengan sistem water  purification (pemurnian air) sehingga dapat menghasilkan air sesuai dengan kualitas yang memenuhi standar Per-menkes N0.907 /2OO2 . Proses pemurnian dilanjutkan dengan ultrafiltrasi (UFI serta proses filtrasi reverse os-mosis (RO) guna menjamin tingkat kemurnian air yang lebih baik lagi (Arif,2010).


DAFTAR PUSTAKA
Arif. A.A,2010.Ekohidrologi Perkotaan (rural ecohydrology) dalam mengatasi penyediaanair bersih di Perkotaan Limnologi Perkotaan.Pustaka Jaya : Surabaya.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/8367/8367.pdf
http://www.limnologi.lipi.go.id/limnologi/p2limnologi/index.php?view=article&catid=64%3Ano-40-tahun-xx-oktober-2006&id=89%3Aekohidrologi-sebuah-konsep-dan-kajian-dalm-modeling-limnologi&format=pdf&option=com_content&Itemid=68&lang=en
http://limnologi.lipi.go.id/limnologi/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/285/1_Ekohidrologi_regulasi_air_dan_ekosistem_maciej.pdf
http://www.opi.lipi.go.id/data/1228964432/data/13086710321319780299. pdf
http://limnologi.lipi.go.id/limnologi/katalog/index.php/searchkatalog/downloadDatabyId/286/2_Kelembagaan_dan_program_APCE_Peter.pdf
http://www.republika.co.id/berita/trendtek/sains/11/03/22/171454-ekohidrologi-bisa-jadi-solusi-atasi-krisis-air
http://nationalgeographic.co.id/blog/2009/12/pendekatan-ekohidrologi-untuk-menangani-krisis-air/
Baca Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

MEDIA DAN CARA PEMBUATANNYA

Dasar Teori
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat – zat hara ( nutriem ) yang berguna untuk membiakkan mikroba. Dengan menggunakan bermacam – macam media dapat dilakukan isolasi, perbanyakan, pengujian sifat – sifat fisiologis dan perhitungan jumlah mikroba.
Supaya mikroba dapat tumbuh baik dalam suatu media, maka medium tersebut harus memenuhi syarat – syarat antara lain :
  1. Harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba
  2. Harus mempunyai tekanan osmosa, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang ditumbuhkan
  3. Tidak mengandung zat – zat yang tidak dapat menghambat pertumbuhan mikroba
  4. Harus berada dalam keadaan steril sebelum digunakan, agar mikroba yang diinginkan dapat tumbuh baik


Macam – macam Media
Media dapat digolongkan berdasarkan atas susunan kimianya, sifat wujudnya dan fungsinya.

Penggolongan Media Berdasarkan Susunan Kimia
  1. Media anorganik, yaitu media yang tersusun dari bahan – bahan anorganik.
  2. Media organic yaitu media yang tersusun dari bahan – bahan organik.
  3. Media sintetik ( media buatan ) yaitu media yang susunan kimianya diketahui dengan pasti. Media ini umumnya digunakan untuk mempelajari kebutuhan makanan suatu mikroba.
  4. Media nonsintetik yaitu media yang susunan kimianya tidak dapat ditentukan dengan pasti. Media ini umumnya digunakan untuk menumbuhkan dan mempelajari taksonomi mikroba.


Penggolongan Media Berdasarkan Sifat Wujudnya
  1. Media cair yaitu media yang berbentuk cair
  2. Media padat yaitu media yang berbentuk padat. Media ini dapat berupa bahan organik alamiah, misalnya dibuat dari kentang, wortel dan lain – lain atau juga bahan organik misalnya silica gel
  3. Media  padat yang dapat dicairkan ( semi solid ) yaitu yang apabila dalam keadaan panas berbentuk cair sedangkan dalam keadaan dingin berbentuk padat, misalnya : agar.


Penggolongan Media berdasarkan Fungsinya
  1. Media diperkaya yaitu media yang ditambahi zat – zat tertentu misalnya serum darah, ekstrak tanaman, dan lain sebagainya, sehingga dapat digunakan untuk menumbuhkan mikroba yang bersifat heterotrof
  2. Media selektif yaitu media yang ditambahi zat tertentu untuk mencegah pertumbuhan mikroba lain ( bersifat selektif ). Misalnya media yang mengandung kristal violet pada kadar tertewntu dapat mencegah pertumbuhan bakteri gram negative
  3. Media diferensial yaitu media yang ditambahkan zat kimia ( bahan ) tertentu yang menyebabkan suatu mikroba membentuk pertumbuhan atau mengadakan perubahan tertentu sehingga dapat dibedakan tipe – tipenya. Misalnya media darah agar dapat digunakan untuk membedakan bakteri hemolitik (pemecah darah) dan bakteri non hemolitik
  4. Media penguji yaitu media dengan susunan tertentu yang digunakan untuk pengujian vitamin – vitamin, asam – asam amino, antibiotika dan lain sebagainya.
  5. Media untuk perhitungan jumlah mikroba, yaitu media spesifik yang digunakan untuk menghitung jumlah mikroba dalam suatu bahan.
  6. Media khusus yaitu media untuk menentukan tipe pertumbuhan mikroba dan kemampuannya untuk mengadakan perubahan – perubahan kimia tertentu.


Tujuan :
  1. Untuk mengetahui jenis – jenis media.
  2. Mengetahui cara membuat media.
  3. Mengetahui fungsi masing – masing media.


Bahan dan Alat :
         Biji jagung, air suling, agar – agar, ekstrak malt, kentang, dekstrose peptone, cawan Petri, gelas piala, gelas pengaduk, alat pemanas, timbangan analitik, kertas pH, autoklaf, kertas saringan.

Pembuatan Nutrien Agar

Bahan dan Alat :
  1. Ekstrak daging 3 gr
  2. Pepton 5 gr
  3. Agar – agar 15 – 20 gram
  4. Air suling/ aquades 1000 ml


Praktikan :
  1. Dibuat media nutrien dengan cara merebus irisan daging selama 1 jam, sehingga keluar sari kaldu dagingnya. Disaring dengan digunakan kertas saring yang bersih.
  2. Ditimbang agar sebanyak 15 – 20 gr untuk setiap 1000 ml
  3. Ke dalam filtrate ( hasil penyaringan ) ditambahkan agar – agar sesuai jumlah yang diinginkan dan ditambahkan glukosa, lalu dipanaskan hingga bahan – bahan larut semua.
  4. Ditambahkan air suling untuk digantikan yang hilang selama pemanasan sampai volume semula. Dilakukan pengaturan pH sekali lagi sampai pada kisaran pH 7
  5. Disaring media dalam keadaan panas dengan kapas atau kain kering yang bersih
  6. Dimasukkan ke dalam tabung ( wadah lain )
  7. Disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 20 menit


Pembuatan Media Kentang Dekstrosa Agar

Bahan – bahan :
  1. Kentang yang telah dikupas dan diiris 200 gr.
  2. Agar 15 – 20 gr
  3. Glikosa 7,5
  4. Pepton 5 gr
  5. Air suling 1000 ml


Praktikan :
  1. Kentang direbus didalam air suling selama 1 jam.
  2. Setelah itu disaring dengan digunakannya kertas saring yang bersih dan dalam filtrate ( hasil penyaringan ) ditambahkan agar – agar dan glukosa. Lalu dipanaskan semua bahan hingga larut.
  3. Ditambahkan air suling untuk diganti air yang hilang selama pemanasan berlangsung, hingga volume sama seperti semula.
  4. Setelah mendidih dimasukkan media tersebut ke dalam tabung ( wadah lain ) yang telah disterilkan
  5. Dimedia dalam wadah disterilkan kedalam autoklaf pada suhu 121 oC selama 20 menit.
  6. Ditambahkan asam tartrat 10 % steril hingga pH mencapai 3,5 – 4,0.


HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum ini dibuat tiga macam media yaitu media yang terbuat dari Potato Dekstrose agar ( Oxoid ), Czapek Dox agar, dan Potato Dekstrak agar ( BBL ).

1.      Potato Dextrose Agar ( BBL )
      Cara pembuatan media dari bahan tersebut ialah dengan menimbang bahan tersebut sebanyak 39 gr, kemudian dilarutkan dengan cara memasaknya dengan air sebanyak 1000 ml (  liter ) sampai air tersebut mendidih. Setelah mendidih kemudian disaring dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan gelas piala. Tujuan dari dilakukannya penyaringan tadi ialah agar bahan yang dilarutkan tadi jika tidak larut dengan baik atau ada kotoran di dalamnya tidak masuk ke dalam media yang akan dibuat/ disterilkan, sebab jika tidak disaring jika ada kotoran atau bahannya tidak larut dengan baik, saat dijadikan media itu untuk pembiakan mikroba tidak dapat dibedakan mana mikroba dan yang mana kotoran yang terdapat pada media tersebut sehingga harus disiram lebih dahulu. Saat penyaringan larutan tersebut sempat berubah menjadi padatan seperti agar – agar dan larutan itu sendiri berwarna seperti warna krem dan sangat kental sekali.Setelah dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan gelas piala sebanyak 600 ml kemudian diukur pH nya, ternyata memiliki pH 6. Karna pH nya terlalu tinggi, maka harus diturunkan dengan penambahan larutan HCL kedalam larutan tersebut sebanyak 5 – 6 tetes kemudian dengan pemberian HCL tersebut pH nya turun menjadi 2. Karna sudah dianggap pH nya rendah, maka Erlenmeyer disumbat dengan kapas dan ditutup dengan kertas aluminium dan kemudian dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilkan agar terbebas dari mikroorganisme pengganggu saat digunakan sebagai media pembiakan mikroba nanti.

2.      Czapek Dox Agar ( CM97 )
        Cara membuat media ini adalah dengan menimbang bahan tersebut sebanyak 45,4 gr, kemudian direbus dengan air sebanyak 1000 ml ( 1 liter ), setelah itu diaduk terus sampai larut dan mendidih. Setelah mendidih, kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring agar terbebas dari kotoran. Dalam pemanasan terjadi perubahan warna pada air menjadi warna coklat seperti warna teh diseduh. Namun pada saat penyaringan, larutan tersebut sempat dingin dan membentuk padatan seperti agar–agar. Setelah diperoleh larutan tersebut sebanyak 600 ml kemudian diukur pH nya ternyata pH nya mencapai pH 6. Karna larutan ini memiliki pH yang terlalu tinggi maka harus diturunkan dengan cara menambahkan larutan HCL sebanyak 5 tetes. Dengan pemberian HCL tersebut pH nya turun menjadi 4. Jika pH nya terlalu tinggi maka tidak baik untuk dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroba. Karna mikroba dapat terjadi kematian.
        Dengan pH 4 maka larutan ini sudah dapat dijadikan sebagai media pertumbuhan mikroba maka selanjutnya media itu disterilkan di dalam autoklaf agar terbebas dari mikroorganisme lain pada saat digunakan untuk pembiakan mikroba. Namun sebelum dimasukkan ke dalam autolaf, larutan dimasukan kedalam Erlenmeyer terlebih dahulu dan ditutup dengan kapas dan kemudian ditutup juga dengan kertas aluminium.
3.      Potato Dextrose Agar ( Oxoid )
      Untuk membuat media dari bahan tersebut dapat dilakukan dengan cara: Timbang bahan tersebut sebanyak 39 gr, kemudian dilarutkan dengan cara memasaknya dengan air sebanyak 1000 ml ( 1 liter ) sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring dan dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer dan gelas piala. Tujuan dari penyaringan tersebut agar bahan tersebut tidak larut dengan baik bersama air, tidak ikut kedalam media yang akan disterilkan, atau jika pada larutan tersebut ada kotoran akan lebih baik disaring terlebih dahulu sebab jika terdapat kotoran akan sulit membedakannya nanti mana mikroba yang dibiakkan dan kotoran yang terdapat pada media tersebut saat digunakan dalam pembiakan mikroba. Pada saat pemanasan dilakukan bahan tersebut larut dan berubah warna menjadi warna hitam seperti warna kopi dan mengeluarkn bau yang kurang enak. Pada saat penyaringan larutan sempat beku membentuk padatan juga seperti agar – agar. Setelah diperoleh larutan sebanyak 600 ml pH dari larutan itu sendiri adalah 3. Karna pH tersebut tidak terlalu tinggi maka tidak perlu ditambahkan larutan HCL untuk menurunkan pH dari larutan itu sendiri. Oleh sebab itu setelah dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer kemudian disunbat dengan kapas dan kemudian ditutup dengan kertas aluminium.Setelah itu larutan tersebut sudah dapat dimasukkan ke dalam autoklaf untuk disterilkan agar terbebas dari mikroorganisme pengganggu saat digunakan untuk pembiakan mokroba.

PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam pembuatan media pembiakan mikroba bisa dibuat dengan cara: Nutrien Agar, Kentang Dekstrosa Agar yang dibuat dari bahan Czapek Dox Agar, Potato Dekstrose Agar ( Oxoid 39 gr ), dan Potato Dekstrose Agar ( BBL 39 gr ). Media tersebut harus diturunkan pH nya menjadi 4 agar mikroba dapat tumbuh dengan baik.

Saran
Sebaiknya praktikan diajarkan pula mengenai cara pembuatan medium yang lain. Seperti, Lactose Broth, EMBA (Eosin Methylene Blue Agar), VRBA (Violet Red Bile Agar).


DAFTAR PUSTAKA
Ir. Wayan Rawiniwati, MSi, dan S. F. Nurul Qomariyah, SP. MSi, Pedoman Praktikum Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Nasional Jakarta 2006 / 2007.
http://makalahdanskripsi.blogspot.com/2008/08/pembuatan-media-agar-dan-sterilisasi.html?m=1
Baca Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

LIPIDA: UJI KUANTITATIF MUTU MINYAK

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat menentukan bilangan asam, bilangan penyabunan, bilangan ester dan kadar asam lemak bebas dari suatu minyak.

Teori Singkat
Lipida adalah golongan senyawa oarganik yang terdapat di alam yang memiliki sifat-sifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik (eter, kloroform, benzena, alkohol panas), berhubungan erat dengan asam lemak dan dapat digunakan oleh organisme hidup.
Lipida terdiri dari minyak dan lemak. Minyak merupakan lipida cair pada suhu kamar, sedangkan lemak akan tetapa padat pada suhu kamar. Keduanya termasuk lipida sederhana yaitu suatu bentuk ester asam lemak dan gliserol saja.
Bilangan asam adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan asam akan meningkat pada minyak atau lemak yang “Tengik”.
Bilangan penyabunan adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Untuk tiap molekul minyak diperlukan 3 molekul KOH. Bila semakin besar molekul minyak, maka semakin kecil bilangan penyabunannya. Dengan menentukan bilangan penyabunan, berat atau ukuran molekul lipida dapat diperkirakan, misalnya lemak mentega nilai penyabunannya 227 banyak mengandung asam lemak berantai pendek, lemak babi hanya kurang lebih 197.
Bilangan ester adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menyabunkan ester netral dalam 1 gram minyak atau lemak. Bilangan ester diperoleh dengan cara mengurangi bilangan penyabunan dengan bilangan asam.
Asam lemak bebas ditentukan sebagai kandungan asam lemak yang terdapat paling banyak dalam minyak tertentu, misalnya palmitat (256) pada minyak sawit, laurat (200) pada minyak kelapa, oleat (282) pada minyak susu dan linoleat (278) pada minyak jagung, kedelai dan lain-lain.
Untuk mengubah kadar asam lemak bebas (FFA) menjadi bilangan asam dapat dilakukan dengan rumus :

                BM KOH                                                             56
% FFA  x                                            Contohnya untuk oleat =                    = 1,99
         BM asam lemak / 10                                                282 / 10
                             

Percobaan Bilangan Asam
Bilangan asam adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak.

Alat dan Bahan

Alat :
1.      Pipet gondok 10 mL
2.      Labu Erlenmeyer 100 mL
3.      Buret dan statip.
4.      Pipet tetes

Bahan:
1.      Minyak kelapa
2.      Larutan KOH 0,1 M
3.      Indikator PP
4.      Alkohol

Cara Kerja
1.      Ditimbang minyak 2-5 gram dan letakkan di dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
2.      Ditambahkan pada minyak ini 10 mL alkohol dan 2-5 tetes indikator PP.
3.      Dititrasi campuran ini dengan larutan KOH 0,1 M hingga terbentuk warna merah muda.
4.      Dilakukan pekerjaan in duplo.
5.      Dihitung bilangan asam minyak tersebut dengan rumus, sebagai berikut :


                                                                    mL KOH x M KOH x Mr KOH
Bilangan asam (mg KOH/gram minyak) =                 gram minyak


Hasil dan Pembahasan
Hasil
                                           1,00 x 0,1 x 56
1.      Bilangan asam =                                         =  1,12 mg KOH / g minyak
   5

1,2 x 0,1 x 56
2.      Bilangan asam =                                    = 1,344 mg KOH / g minyak.
                                                             5
                                    mL NaOHxNHaOHxMr asam lemak
1.      % FFA =                                                                        x 100
                                           Berat minyak x 100


Pembahasan
Minyak kelapa yang dilarutkan dengan minyak lalu di beri indikator PP kemudian dititrasi hingga terbentuknya warna merah muda. Warna merah muda ini yang akan  menjadi indikator apakah bilangan asam minyak tersebut rendah atau tinggi. Karena warna merah muda terbentuk dapat kita lihat jumlah KOH yang diperlukan.
Pada percobaan ini digunakan pengujian minyak kelapa. Percobaan dilakukan secara duplo dan dihasilkan bilangan asam 0,56 dan 0,784. Semakin banyak jumlah KOH yang dibutuhkan untuk menitrasi campuran minyak dan alkohol menandakan bahwa minyak tersebut tengik dan bilangan asamnya pun tinggi, artinya minyak tersebut tidak layak untuk dikonsumsi.
Sedangkan pada uji coba yang dilakukan didapatkan bilangan asam yang cukup tinggi namun secara nyata minyak kelapa tersebut tidak berbau tengik. Hal ini dapat terjadi karena baik pada saat praktikum terjadi kesalahan atau kurang ketelitiannya si praktikan.

Percobaan Kadar Asam Lemak Bebas
Bilangan asam adalah bilangan yang menyatakan banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam 1 gram minyak atau lemak.

Alat dan Bahan
Alat :


a.       Pipet gondok 10 mL
b.      Labu Erlenmeyer 100 mL
c.       Buret dan statip.
Bahan:
a.       Minyak kelapa
b.      Larutan KOH 0,1 M
c.       Indikator PP
d.      Alkohol


Cara Kerja
1.      Ditimbang minyak 5 gram dan diletakkan di dalam labu Erlenmeyer 100 mL.
2.      Ditambahkan pada minyak ini 10 mL alkohol dan 5 tetes indikator PP.
3.      Dititrasi campuran ini dengan larutan NaOH 0,1 M hingga terbentuk warna merah muda yang tidak hilang selama 30 detik.
4.      Dilakukan pekerjaan in duplo.
5.      Dihitung kadar asam lemak bebas (FFA) minyak tersebut dengan rumus, sebagai berikut :

mL NaOH x N NaOH x Mr asam lemak
% FFA =                                                                           x 100
berat minyak x 1000

Hasil dan Pembahasan
Hasil
3,7 x 0,1 x 256
3.        Kadar asam =                                      x 100 = 1,894 %
                                              5 x 1000
2,5 x 0,1 x 256
4.        Kadar asam =                                      x 100 = 1,28 %
                                              5 x 1000
Pembahasan
Kadar keasaman dari minyak kelapa yang dipakai dalam percobaan sebesar 1,894 % dan 1,28 %.  Artinya tidak terlalu tinggi dan masih terbilang rendah.

Kesimpulan
Setelah dilakukan percobaan dapat disimpulkan bahwa pengujian kuantitatif mutu minyak kelapa didapatkan kadar asam sebesar 1,894 % dan 1,28 %. Dan kadar bilangan asam =  0,56 mg KOH/g dan 0,784 mg KOH/g minyak.



DAFTAR PUSTAKA

Jalip, Ikna Suyatna. 2011. Penuntun Praktikum Biokimia Laboratorium Kimia. Universitas Nasional Jakarta

Baca Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

UJI KUALITATIF DAN KUANTITATIF VITAMIN C

Dasar Teori
            Vitamin C di alam terdapat dalam dua bentuk yaitu yaitu bentuk teroksidasi (asam askorbat) dan tereduksi (asamdehidroaskorbat). Keduanya memiliki keaktifan sebagai vitamin C. Sumber vitamin C sebagian besar berasal dari sayur – sayuran berwarna hijau dan buah – buahan terutama yang masih segar.
            Vitamin C larut dalam air dan agak stabil dalam larutan asam, tetapi mudah dioksidasi terutama bila dipanaskan. Proses oksidasi akan dipercepat dengan adanya logam tembaga, oksigen dan alkali.

UJI KUALITATIF VITAMIN C
Tujuan
            Tujuan dari praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat membuktikan adanya vitamin C dalam satu bahan secara kualitatif.

Alat dan Bahan
1.      Pipet tetes atau pipet ukur
2.      Tabung reaksi
3.      Alat pemanas
4.      Larutan sampel you C 100
5.      Larutan benedict
6.      Larutan NaHCO 5 %
7.      Larutan FeCl3 1 %
8.      Lakmus.

Cara Kerja
Prosedur A
1.      Masukkan 5 tetes larutan sampel ke dalam tabung reaksi
2.      Tambahkan 15 tetes pereaksi bedenict
3.      Panaskan di atas api kecil sampai mendidih selama 2 menit
4.      Perhatikan adanya endapan yang berbentuk. Warna hijau kekuning – kuningan samapi merah bata menandakan vitamin C positif

Prosedur B
1.      Masukkan 10 tetes larutan sampel ke dalam tabung reaksi
2.      Kemudian netralkan larutan (pH = 8) menggunakan NaHCO3 5 %
3.      Tambahkan 2 tetes larutan FeCl3 1 %
4.      Amati warna yang terjadi. Adanya warna merah – ungu berarti vitamin C positif

Hasil
Bahan
Prosedur Uji
Prosedur A
Prosedur B
Larutan sampel
5 tetes
5 tetes
Pereaksi Benedict
15 tetes
--
Larutan NaHCO3 5%.
--
Sampai pH 8
larutan FeCl3 1%.
--
2-3 tetes
Hasil
Warna awal biru ketika ditetesi pereaksi benedict menjadi merah bata dan terdapat sedikit endapan.
Pemberian sampel ke dalam 1% tabung reaksi + asam askorbat kemudian dimasukkan lakmus ke dalamnya dan larutan tersebut berubah warna ungu tapi masih memiliki kandungan asam setelah ditambah NaHO3 kertas lakmus berubah menjadi biru

UJI KUANTITATIF VITAMIN C
Tujuan
            Tujuan dari praktikum ini, mahasiswa diharapkan dapat menetapkan jumlah vitamin C yang terdapat dalam produk makana atau minuman tertentu dengan metode titrasi.

Alat dan Bahan


1.      Buret dan statif
2.      Labu erlenmeyer
3.      Pipet volumetrik
4.      Gelas piala
5.      Pipet filler (bulb)
6.      Larutan iodium 0.01 N
7.      Indikator amilum 2 %
8.      Larutan HCl 3 M


Cara Kerja
Persiapan sampel
            Sampel minjuman yang mengandung CO2 dihilangkan terlebih dahulu dengan cara mengocok atau membolak balik. Encerkan sampel bila kadar vitamin C nya terlampau besar.

Penentuan kadar vitamin C
1.      Pipet 10 mL yang sudah diencerkan, masukkan kedalam labu erlenmeyer volume 100 mL
2.      Tambahkan 5 tetes HCl 3 M sebagai katalis dan 10 tetes amilum 2 % sebagai indikator
3.      Titrasi dengan larutan Iod 0.01 N sampai larutan bewarna biru

1 mL Iodium 0.01 N = 0.88 mg Vitamin C
Perhitungan :
mg Vit C/100 mL        =          mL Iod x N iod x 88 x fp x 100
                                                               mL sampel

Hasil
mL iodium = 13 mL
N Iodium = 0,01 N
mL sampel = 10
(fp) factor produksi = 10
mg Vit C/100 mL =  13x0,01x88x10x100        = 1144 mg Vit C/100 mL
100

Pembahasan
            Dalam praktikum kali ini digunakan larutan sampel berupa minuman yang mengandung vitamin C dengan merek dagang YOU C 1000. Dalam praktikum kali ini ada dua kali percobaan yang pertama adalah unutk menguji kualitas dan kuantitas dari vitamin c yang terkandung pada sampel. Cara untuk menguji kuantitas dari sampel adalah dengan memasukkan 5 tetes larutan sampel ke dalam tabung reaksi kemudian tambahkan pereaksi benedict sebanyak 15 tetes kemudian panaskan pada api kecil kurang lebih selama 2 menit dan amati perubahan  warna yang terjadi apabila terjadi perubahan warna menjadi merah – ungu hal ini menunjukkan bahwa sampel posive mengandung vitamin C. Uji coba yang kedua adalah unutk mengetahui kuantitas dari sampel dengan cara larutan sampel yang telah diencerkan masukkan dalam labu erlenmeyer sebanyak 10 tetes namun sebelumnya larutan sampel harus dihilangkan terlebih dahulu kandungan CO2 dengan cara mengocok larutan sampel, kemudian tambahkan 5 tetes HCl 3 M sebagai katalis dan 10 tetes amilum 2 % sebagai indikator kemudian titrasi dengan larutan Iod 0.01 N sampai larutan bewarna biru.

Kesimpulan
            Dari praktikum yang telah dilakukan hasil yang didapat dalam perhitungan tidak sesuai dengan kadar vitamin C yang tertera pada sampel.


DAFTAR PUSTAKA

Jalip, Ikna Suyatna. 2011. Penuntun Praktikum Biokimia Laboratorium Kimia. Universitas Nasional Jakarta


Baca Selengkapnya...

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS