1. Fotosintesis.
Adalah proses pembentukan senyawa karbohidrat dari penggabungan molekul CO2 dan H2O pada organ yang mengandung kloroplas dengan bantuan sinar matahari .
Reaksi kimia secara umum adalah sebagai berikut (dicetuskan oleh Julius Sachs tahun 1864)
sinar matahari
nCO2 + nH2O ------------C(H2O)n + nO2 kloroplas
Pada reaksi ini (CH2O)n merupakan produk yang berupa karbohidrat atau pati,sedangkan O2 merupakan oksigen yang bebas ke udara atau atmosfer. Kloroplast merupakan pigmen hijau daun (plastida) yang merupakan tempat terjadinya reaksi pembentukan karbohidrat dari CO2 dan H2O dengan bantuan sinar matahari. Kloroplast ini terdapat di dalam klorofil yang menyebabkan daun berwarna hijau.
Dalam kaitannya dengan buah bahwa buah yang berwarna hijau atau yang masih muda banyak mengandung klorofil. Semakin buah itu mengalami kemasakan maka klorofil lambat laun berkurang dan akhirnya hilang semua.
Pada proses fotosintesis ini berkaitan dengan respirasi yaitu perombakan senyawa karbohidrat atau pati menjadi energi dan oksigen, kemudian oksigen dipergunakan untuk fotosintesa kembali. Kedua proses ini terjadi di dalam sel-sel jaringan buah yang kejadiannya secara langsung dan berurutan.
Apabila buah menjadi masak, maka kulit buah menjadi lebih tebal, kurang permiabel, kandungan O2 lebih rendah. Hal ini karena jaringan buah-buah muda melakukan fotosintesis lebih aktif dan jaringan tersebut lebih mampu menyediakan O2 untuk fotosintesis dan pada saat buah menjadi masak klorofil berkurang serta oksigen berkurang.
Kebanyakan buah berwarna hijau sepenuhnya pada awal perkembangannya, namun lambat laun kandungan klorofil dalam jaringan bagian dalam berkurang, namun pada umumnya tidak pernah turun sampai nol. Bagian pinggir dari buah tetap berwarna hijau yang mengandung klorofil sampaih tebal dan pada kematangan yang sepenuhnya. Phan (1970) dalam Pantastico, 1989) mengemukakan bahwa jaringan buah bagian dalam dari apel mampu melakukan fotosintesa yang tetap aktif pada buah masak sepenuhnya. Jika buah menjadi masak, kulit buah menjadi lebih tebal dan sifatnya kurang permiabel, mengurung suatu sistem gas atmosfer dalam buah yang mengisi ruang-ruang antar sel dan ini merupakan lingkungan yang sesungguhnya bagi jaringan buah. Buah yang muda mempunyai kandungan O2 lebih tinggi dari pada yang masak. Sebab yang biasanya diberikan untuk hal ini adalah permiabilitas yang tinggi atau ada jalur difusi bebas dari udara luar ke jaringan dalam. Tetapi di tempat dalam (in situ) mungkin ada sebab biokimiawi : dimana jaringan dalam buah-buah muda fotosintesisnya lebih aktif dan mampu menyediakan sebagian O2 di bagian dalam dari
Buah. Pada waktu buah menjadi masak, kandungan klorofil berkurang, dan sumber penyediaan swadaya oksigen menjadi makin lemah. Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa mula-mula kloroplas mengalami disorganisasi, dan menjadi seperti tumpukan klorofil jauh sebelum warna hijaunya hilang.
2. Respirasi
Adalah suatu proses perubahan senyawa karbohidrat C2 H12O6 /(CnH2On) dengan oksigen atau O2 menjadi CO2, H2O dan energi yang terjkadi dalam sel yang aktif atau yang masih hidup. Proses ini merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu senyawa dioksidasi menjadi CO2, sedangkan O2 yang diserap direduksi membentuk H2O. Pati, fruktan, sukrosa atau gula yang lain, lemak, asam organik pada keadaan tertentu bahkan protein dapat bertindak sebagai substrat respirasi. Respirasi yang umum glukosa sebagai substrat reaksi kimia secara umum sebagai berikut :
C2H12O6 + 6 O2 ---------- 6 CO2 + 6 H2O + energi Sebagian besar energi yang dilepaskan selama proses respirasi kira-kira 2870 kj atau 686 kcal per molekul glukosa berupa bahang atau panas. Apabila suhu rendah panas ini dapat memacu metabolisme. Yang lebih penting dari panas ini adalah energi yang terhimpun dalam bentuk ATP (adenosin triposfat) yang sangat penting untuk metabolisme termasuk pemasakan buah.
Sifat Respirasi
Jalur-jalur metabolik.
Respirasi dikelompokkan dalam 3 tingkatan yaitu :
- Pemecahan polisakarida menjadi gula sederhana.
- Oksidasi gula menjadi asam piruvat dan,
- Transformasi asam piruvat dan asam-asam organik lain secara aerob menjadi CO2, air, dan energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses pemecahan ini. Gambar 1 di bawah menunjukkan interrelasi antara substrat dengan hasil-hasil antara respirasi dan hasil antara yang satu dengan yang lainnya.
- Pengukuran respirasi
Besar kecilnya respirasi dapat diukur dengan menentukan jumlah substrat yang hilang, O2 yang diserap, CO2 yang dikeluarkan, panas yang dihasilkan, dan energi yang muncul. Tetapi dalam prakteknya jumlah air yang dilepas tidak ditentukan oleh karena reaksi berlangsung dalam air sebagai medium, dan jumlah air yang dihasilkan reaksi hanya sedikit itu “seperti setetes dalam air satu ember”. Energi yang dikeluarkan juga tidak ditentukan karena berbagai bentuk energi yang dihasilkan tidak dapat diukur dengan satu alat saja. Biasanya respirasi ditentukan dengan pengukuran CO2 dan O2, yaitu dengan pengukuran kecepatan penggunaan O2 atau dengan penentuan kecepatan pengeluaran CO2.
- Kuosien respirasi
Dengan pengukuran CO2 dan O2 dimungkinkan untuk mengevaluasi sifat proses respirasi. Perbandingan CO2 terhadap O2 dinamakan kuosien respirasi (RQ). RQ berguna untuk mendeduksi sifat substrat yang digunakan dalam respirasi, sejauh mana reaksi respirasi telah berlangsung, dan sejauh mana proses itu bersifat aerobik atau anaerobik. Namun demikian, harus disadari bahwa proses ini mungkin sangat rumit sebab pada saat mungkin berbagai tipe substrat yang berbeda bersama-sama digunakan. Jadi RQ yang diukur hanya merupakan nilai rata-rata yang bergantung pada sumbangan respirasi masing-masing substrat dan kandungan nisbi karbon, H2, dan O2 nya. Pada umumnya, bila RQ = 1, gulalah yang dioksidasi. Suatu nilai RQ yang >1 menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi itu suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik. Dibanding dengan gula, untuk respirasi zat ini diperlukan O2 lebih sedikit untuk menghasilkan sejumlah CO2 yang sama. Bila RQ <1, maka ada beberapa kemungkinan : a) Substratnya mempunyai perbandingan oksigen terhadap karbon yang < dari pada heksosa; b) Oksidasi belum tuntas, misalnya terhenti pada pembentukan asam suksinat atau zat-zat antara lainnya, c) CO2 yang dikeluarkan digunakan dalam proses-proses sintesis, misalnya pembentukan asam oksaloasetat dan asam malat dari piruvat dan CO2.
Interpretasi nilai-nilai RQ harus dilakukan dengan hati-hati. Besarnya kuosien itu mungkin tidak saja dipengaruhi oleh sebab-sebab kimiawi, tetapi oleh sebab-sebab fisik, terutama perbedaan koefisien daya larut dan koefisien difusi kedua gas itu. Hal ini penting diperhatikan jika kecepatan reaksinya berubah-ubah dengan cepat. Jadi RQ itu harus diukur pada saat respirasi berjalan dengan kecepatan yang tetap. Selain dari pada itu, menurut penelitian-penelitian yang baru, kegiatan fotosintesis baik pada jaringan-jaringan luar maupun dalam dapat mengganggu keseimbangan O2 dan CO2 dalam buah dalam pengeluaran gas-gas yang terbentuk, jadi mengganggu RQ nya.
Kuosien respirasi dapat berubah-ubah menurut perlakuan seperti gangguan masuknya O2, suhu, pengikatan CO2 selama periode gelap dalam daun-daun yang mengandung banyak air.
Hubungan antara kecepatan respirasi dengan daya simpan buah
Kecepatan respirasi merupakan petunjuk baik untuk mengetahui daya simpan buah sesudah dipanen. Intensitas respirasi dianggap sebagai tolok ukur kecepatan proses metabolisme dan oleh sebab itu sering dianggap sebagai petunjuk mengenai potensi daya simpan buah. Kecepatan respirasi yang tinggi biasanya diikuti oleh umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk kecepatan kemunduran mutu dan nilai bahan makanan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi respirasi pada buah ada 2 yaitu :
1. Faktor internal :
a) Tingkat perkembangan organ/buah
Pada perkembangan buah terdapat variasi laju respirasi. Semakin besar ukuran buah semakin banyak CO2 yang dihasilkan/dikeluarkan. Tetapi dengan membesarnya buah, kecepatan respirasi dihitung berdasarkan unit bobot yang terus menurun. Untuk buah-buah pada puncak perkembangannya, kecepatan respirasinya minimal pada tingkat kemasakan dan kemudian konstan, demikian juga sesudah panen. Hanya jika proses pematangan akan dimulai, kecepatan respirasinya akan meningkat sampai puncak klimakterik. Sesudah itu akan berkurang secara perlahan-lahan. Buah-buah non-klimakterik menjadi matang di pohon. Bila buah-buah itu dipetik lebih awal, kecepatan respirasinya lambat laun berkurang. Peningkatan kecepatan buah arbe dari tingkat mentah ke masak kira-kira 50% (Haller dkk., 1941 dalam Pantastico, 1989).
b) Susunan kimiawi jaringan
Nilai RQ (kuosien respirasi) bervariasi menurut jenis substrat yang digunakan. Dalam kondisi normal biasanya nilainya <1 bila substratnya asam lemak, 1 bila substratnya gula, dan >1 bila substratnya asam-asam organik. Dalam keadaan abnormal mungkin mempengaruhi respirasi, misalnya pada suhu 1000 F buah-buah jeruk manis dapat mempunyai RQ 2. Daya larut O2 yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya keadaan anaerob parsial yang menghasilkan O2 lebih banyak daripada O2 yang dipergunakan. Hubungan antara kecepatan respirasi dengan susunan kimia diantara hasil-hasil budidaya pertanian bervariasi.
c) Ukuran produk
Kentang yang mempunyai ukuran kecil mempunyai kecepatan respirasi lebih besar dari pada kentang yang besar. Seperti halnya dengan transpirasi, dalam hal ini mungkin ikut terlibat fenomena permukaan. Jaringan-jaringan yang kecil mempunyai permukaan lebih luas yang bersentuhan dengan udara, oleh sebab itu lebih banyak O2 dapat berdifusi ke dalam jaringan.
d) Pelapis alami
Produk-produk pertanian yang mempunyai lapisan kulit yang baik dapat diharapkan hanya menunjukkan kecepatan respirasi rendah
e) Jenis jaringan
Jaringan-jaringan yang masih muda lebih aktif melakukan metabolisme, akan memperlihatkan kegiatan respirasi yang lebih tinggi daripada organ-organ yang tidak aktif. Respirasi dapat bervariasi pula menurut sifat jaringan di dalam organ, misalnya kegiatan respirasi dalam kulit, daging, dan biji mangga berbeda-beda.
2. Faktor eksternal/luar
a) Suhu
Suhu antara 32 dan 950 F kecepatan respirasi buah-buahan sayur-sayuran meningkat 2-2,5 kali untuk tiap kenaikan suhu 180 F.
b) Etilen
Pemberian etilen berpengaruh nyata terhadap waktu yang diperlukan untuk mencapai puncak klimakterik. Pada buah-buahan klimakterik, C2H4 hanya menggesar waktu, tidak mengubah bentuk kurva respirasi dan tidak menimbulkan perubahan pada zat-zat yang utama yang terkandung. Pada kelompok buah non-klimakterik, respirasi dapat dipacu kapan saja selama hidup buah setelah dipetik. Peningkatan respirasi dengan cepat setelah diberi C2H4. Pada buah-buah klimakterik, makin besar konsentrasi C2H4 yang diberikan sampai pada suatu tingkat kritis, makin cepat pemacuan respirasinya. Namun demikian lebih efektif jika diberikan pada tingkat pra klimakterik dan pada suhu-suhu yang lebih tinggi.
Buah-buah klimakterik khas seperti buah advokat dan pisang memperlihatkan kenaikan respirasi lebih awal jika diberi C2H4 pada tingkat pra klimakterik. Kenaikan klimakterik tomat dan pisang dipercepat dengan pemberian C2H4 pada tingkat hijau sudah tua. (Iwata dkk., 1969). Pemberian C2H4 pada saat pasca klimakterik tidak mengubah kecepatan respirasi. Looney (1972) dalam Pantastico (1989) mengemukakan bahwa C2H4 tidak mempengaruhi respirasi buah belum masak. Pada jeruk manis, Aharoni dkk., (1969) dalam Pantastico (1989), menemukan bahwa C2H4 mempunyai pengaruh yang nyata. pada buah-buah muda dengan “meniru” klimakterik pernafasan.
c) Oksigen yang tersedia
Steward dkk., (1936) mengemukanan bahwa kecepatan respirasi wortel meningkat dengan bertambahnya pemberian O2. Namun demikian, bila konsentrasi O2 lebih dari 20%, maka respirasi hanya terpengaruh sedikit. Biale (1946) dalam Pantastico (1989) menemukan bahwa puncak klimakterik alpukat jenis “Fuerte” terhambat dan tertekan bila kandungan O2 dikurangi hingga lebih rendah daripada yang terdapat di udara.
d) Karbon dioksida
Konsentrasi CO2 yang sesuai dapat memperpanjang umur simpan buah-buahan dan sayur-sayuran karena terjadinya gangguan pada respirasi. Wardlaw (1940) dan Mann (1959) dalam Pantastico (1989) mengemukakan bahwa adanya penurunan kecepatan respirasi 50% pada pisang yang belum matang yang diperlakukan dengan CO2 yang kadarnya bervariasi besar. Pada jeruk sitrun, CO2 5% telah menurunkan kegiatan respirasi (Young dkk., 1962) dalam Pantastico (1989), namun pada konsentrasi CO2 10% tercatat adanya sedikit kenaikan respirasi.
e) Zat-zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh seperti MH (Maleat hidrazit) dapat mempercepat atau memperlambat respirasi. Pengaruhnya berbeda-beda pada jaringan yang berlainan, dan tergantung pada waktu pemberian dan kuantitas yang diserap tanaman. Buah-buah sawo manila menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dengan penyemprotan pra pemanenan 1000 ppm MH (Laksminarayana dan Subrahmanyam, 1967). Laju respirasi buah tomat yang dipanen pada tingkat pra klimakterik mengalami hambatan oleh MH (Southwick dan Lachman, 1953).
f) Kerusakan buah
Tergantung pada varietas buahnya dan tingkat kerusakan buah dapat memacu respirasi, mungkin hal ini karena akibat pengaruh etilen secara tidak langsung. Jatuhnya buah dengan perlahan-lahan atau gesekan permukaan buah dapat mengakibatkan respirasi.
Tergantung pada varietas buahnya dan tingkat kerusakan buah dapat memacu respirasi, mungkin hal ini karena akibat pengaruh etilen secara tidak langsung. Jatuhnya buah dengan perlahan-lahan atau gesekan permukaan buah dapat mengakibatkan respirasi.
3. Klimakterik
Ialah proses pada buah-buahan yang memperlihatkan kenaikan respirasi secara cepat selama pematangan. Buah-buah seperti ini dinamakan “klimakterik”, sedangkan sebaliknya dinamakan nonklimakterik yaitu sifat buah yang setelah dipetik dari pohon tidak mengalami respirasi yang signifikan sehingga buah tetap dalam kondisi istirahat dan tidak mengalami peningkatan kemasakan. Proses respirasi yang meningkat sampai klimaks itu disebut kenaikan klimakterik.
Tabel 5. Buah-buahan tropis klimakterik dan non klimakterik
KLIMAKTERIK | NON KLIMAKTERIK |
A Alpokat | Buah Mete |
Pisang | Jeruk Bali / Grafe fru |
Nangka | Lemon |
Jambu | Lychee |
Mangga | Orange |
Pepaya | Nenas |
Markisa | rambutan |
Bila buah-buahan klimakterik berada pada tingkat maturitas “kemrampo” yang tepat, dikspos selama beberapa saat dengan konsentrasi ethylene yang lebih tinggi dari threshold minimal, maka terjadilah rangsangan pematangan yang tidak dapat kembali lagi (irreversiable ripening).
Pada buah-buahan non klimakterik terjadi hal yang berbeda artinya tidak memperlihatkan terjadinya hentakan pernafasan klimakterik. Meskipun buah-buahan tersebut diekspose dengan kadar ethylene kecil saja, laju pernafasan, kira-kira sama dengan kadar bila terekspose ethylene ruangan, kalau ada tingkatan laju pernafasan hanya kecil saja. Tetapi segera setelah itu laju pernafasan kembali lagi pada laju kondisi istirahat normal, bila kemudian ethylene nya ditiadakan. Dengan ekspos ethylene terjadilah suatu respon yang kira-kira mirip dapat diamati. Dalam suatu buah yang telah mature (tetapi belum matang) terjadilah perubahan parameter yang dialami buah seperti mislnya degreening atau hilangnya warna hijau.
Meskipun secara ilmiah dan physiologis dapat ditunjukkan adanya perubahan-perubahan yang terjadi yang memungkinkan untuk melakukan klasifikasi sifat dan tabiat buah-buahan lepas panen, tetapi parameter yang sangat mudah dan lebih bermanfaat dan bermakna bagi konsumen adalah parameter perubahan lain yang lebih praktis sifatnya yang terjadi selama proses pematangan.
Parameter-parameter yang dimaksud adalah : terjadinya pelunakan sera terjadinya sintesa karotinoid. Demikian juga halnya dengan terjadinya perubahan warna eksternal seperti terjadinya pemecahan (breakdown), khlorophyl, sehingga membuka tabir lapisan karotenoid dalam kulit pisang, terjadinya perubahan dari warna hijau menjadi kuning (Marriot,980).
Demikian halnya dengan terjadinya perubahan-perubahan internal dalam buah terhadap komposisi yang dikandungnya. Seperti misalnya pemecahan pati menjadi sukrosa dan gula pereduksi serta turunnya kandungan dalam buah mangga (Bhatnagar dan Subramangan, 1973).
Dan khususnya dalam pengembangan timbulnya sifat karakteristik flavor buah-buahan. Perubahan mana juga terjadi bila buah-buahan klimakterik tua (mature) dieksposa dengan gas ethylene. Sesungguhnya penting untuk diamati bahwa pengeluaran gas ethylene juga terjadi sewaktu buah menjadi matang. Pengeluaran ethylene dari dalam buah merupakan salah satu karakteristik dari proses pematangan buah.